Bagi yang berminat untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Jepang, STEP program di Tokyo University of Agriculture and Technology bisa cek link ini ya http://web.tuat.ac.jp/~steptuat/ deadline pendaftaran sampai 28 Februari 2020.
Diberitahukan kepada Calon Wisudawan Periode November 2019, bahwa transkrip nilai mulai wisuda November 2019 akan menerapkan transkrip nilai yang diunduh dari simaster. Oleh karena itu calon wisudawan diminta validasi cetak akhir transkrip nilai besuk Senin 18 November 2019 pkl 08.00 – 15.00 WIB. Apabila calon wisudawan tidak melakukan validasi di Bag. Akademik Fakultas, maka nilai yang akan dicantumkan dalam transkrip nilai adalah yang sesuai dengan Penetapan Nilai pada saat Yudisium. Terimakasih.
KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Melestarikan budaya Indonesia dinilai penting. Namun, budaya Indonesia beragam.
Kita perlu memilih dan memilah budaya yang patut dilestarikan.
Hal ini disampaikan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam orasi budaya Membingkai Keberagaman, pada Senin (28/10/2019) di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM.
“Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Kesenjangan itu bagian dari budaya Indonesia. Kita tidak seharusnya melestarikan ini. Dan lucunya ini hanya jadi tontonan, itu nggak baik,” jelas Gus Baha.
Bagi dia sebagai kiai, budaya bahagia merupakan budaya yang harus dipelihara.
Bahagia ini tentu dicapai dengan cara-cara yang positif, termasuk mensyukuri segala sesuatu yang kita punya.
Dikatakan oleh Gus Baha, siapapun harus bahagia, termasuk kaum minoritas sekalipun.
Gus Baha mengaku dikenal sebagai kiai yang membela orang biasa.
“Jadi kaum minoritas itu harus kita syukuri. Jadi orang kecil itu enak. Disubsidi pantes, dipikir orang tentang apapun juga pantes. Sebab kalau jadi orang besar, segala kesalahan biasanya ditimpa ke kita,” ujarnya.
Barokahnya menjadi seseorang yang kecil pernah dialami Gus Baha.
Dirinya mengaku tidak sekolah mahal dan tidak punya gelar.
Namun, dirinya senang, karena ketika menganggur dia dianggap pantas dan tidak disalahkan oleh orang lain.
“Kadang doktor dan profesor, banyak belajar terus nyari gelar. Sementara Saya belajar tafsir terus, akhirnya malah pinter Saya,” kelakarnya.
Dirinya kemudian membahas soal perdebatan organisasi-organisasi Islam yang berdebat menentukan awal bulan ramadan, dengan teori yang mereka yakini masing-masing.